Tuesday, November 20, 2007

Menggapai Cinta Ibu


Subhanallah..semoga kita selalu di teguhkan di jalan yang haq ini. mari kita simak sejenak kisah nyata di bawah ini .

diambil dari jilbab online

--------------------------------------------------------------------------------------------

“Bu, ada teman yang mau datang bersilaturahim dengan ibu. Kapan bu ada waktu” Siang itu kuhampiri ibu yang sedang duduk menonton televisi. Ibu tak bereaksi apapun, seakan-akan tak mendengar dan merasakan kehadiranku.

“Bu, teman itu bermaksud datang melamar. Bagaimana kalau…”

“Ibu tak peduli dengan semua urusanmu. Kalau ada apa-apa hubungi saja kakek, biar kakek yang urus semuanya!” Dengan ketus ibu memotong pembicaraanku.

Tanganku yang baru saja kuletakkan di atas tangannya ditepiskannya dengan kasar.

“Tapi ibu kan orang tuaku satu-satunya, mau ngak mau ibu harus tahu urusanku ini. Lagi pula….”

Tak kulanjutkan ucapanku karena ibu telah beranjak pergi Begitu saja. Meski sudah kuduga ibu akan bersikap seperti ini, tapi tak urung air mataku jatuh juga.

Sore itu aku ke rumah kakek, bapaknya ibu. Selama ini beliaulah yang menopang ekonomi keluarga kami sejak bapak meninggal tujuh tahun lalu.

Mulanya kakek menolak. Alasannya aku baru saja menyelesaikan studiku dan belum mengamalkan ilmu yang kuperoleh selama empat tahun.

Malah kakek menawariku pekerjaan. Menjadi front officer di sebuah hotel berbintang milik seorang pengusaha yang kini menjadi orang nomor dua di republik ini. Kakek memang dekat dengan pejabat dan orang penting di daerah kami. Jadi, untuk urusan seperti ini bukanlah hal yang sulit baginya.

“Di sana kamu boleh kok berkerudung. Saya sudah bicara dengan Pak JK dan katanya hal itu bukan masalah,” bujuk kakek yang tahu kalau selama ini aku menolak pekerjaan yang mempersoalkan kerudungku.

Tawaran kakek itu kutolak dengan hati-hati. Sebelumnya aku ditawari teman kerja di bank konvensional. Sama seperti kakek, katanya aku boleh berkerudung. Tapi aku tahu, kalau pun dibolehkan pasti yang dimaksud bukan kerudung selebar yang kupakai sekarang. Apalagi saat ini diam-diam aku telah ber-niqab (bercadar-red) meski tak seorang pun di keluargaku yang tahu. Selain itu aku juga sadar, akan banyak pelanggaran syariat yang harus kulakukan jika menerima tawaran itu.

Tapi terus terang sempat terlintas juga kenikmatan yang akan kuperoleh bila mengiyakan tawaran-tawaran tersebut. Dengan materi yang kudapat aku bisa membantu meringankan beban kakek dan ibu. Apalagi aku masih punya delapan adik yang semuanya bersekolah, dan tentu saja masih sangat membutuhkan banyak biaya.

Dan yang paling penting, aku bisa kembali mendapatkan cinta ibu. Cinta yang hilang sejak aku memutuskan hijrah, setahun yang lalu. Ibu yang selama ini sangat hangat dan mencintaiku, sehingga sering membuat adik-adikku iri, telah berubah dingin dan sangat membenciku.

Mengingat semua itu air mataku kembali menetes. Ya Allah, hanya Engkau yang tahu betapa inginnya aku membahagiakan orang-orang yang sangat kucintai ini. Orang-orang yang paling berjasa dalam hidupku. Orang-orang yang memang sudah sepantasnya mendapatkan baktiku.

Tapi ya Allah, aku tak sanggup kalau harus kembali berkubang maksiat untuk memperoleh semua itu. Rasanya sudah cukup semua kemaksiatan yang kulakukan selama ini. Aku tak ingin kembali sesat setelah Engkau tunjukkan jalan-Mu yang lurus. Ya Allah, hanya Engkaulah tempatku mengadu dan bersandar.

“Sudahlah, kalau memang jodohnya biarkan saja. Daripada nanti jadi perawan tua, toh kita juga yang repot!” Nenek yang selalu mendukungku angkat bicara. Saat ini hanya beliaulah yang tidak berubah sikap. Malah diam-diam beliau sering memberiku uang, karena tahu kakek telah menghentikan bantuannya padaku.

Alhamdulillah, akhirnya kakek mau mengalah setelah sempat berdebat panjang dengan nenek. Tapi kemudian aku terhenyak ketika kakek menetapkan sejumlah uang yang menurutku cukup besar. Ya Allah, kalau memang ikhwan ini jodohku dan ia baik bagi diri dan agamaku, maka permudahkanlah urusan ini.

**

Pagi itu, tibalah hari yang sangat bersejarah dalam hidupku. Cuaca yang sejak malam bersahabat, mendadak mendung dan gelap. Sepertinya sebentar lagi turun hujan deras. Tapi gejala alam biasa itu rupanya dimaknai lain oleh sebagian keluargaku. Entah siapa yang memulai, beberapa orang kemudian berinisiatif membuang cabe ke atas genting.

“Biar hujannya tidak jadi turun!” begitu katanya ketika ditanyakan motifnya. Tapi yang bikin ksal ialah ketika salah seorang tante meminta (maaf) pakaian dalamku untuk dibuang ke genting. Katanya lebih ampuh dari cabe. Tentu saja aku menolak sambil menjelaskan kalau tak ada hubungannya antara pakaian dalam atau cabe dengan hujan.

Akhirnya, semua mengomel dengan kekerasanku. Apalagi tak lama kemudian hujan turun deras dibareng dengan angin kencang. Kami sampai sangat khawatir tenda-tenda akan roboh karenanya.

“Percuma, karena sudah terlambat membuangnya. Mestinya sebelum hujan gerimisnya turun.” Lamat-lamat kudengar suara tante menjawab pertanyan adikku.

Aku merasa curiga. Jangan-jangan telah terjadi sesuatu. Buru-buru kulongokkan kepalaku di jendela kamar. Di atas genting, kulihat beberapa biji cabe dan tiga lembar pakaian dalamku yang berhasil diambilnya tanpa sepengetahuanku, padahal sejak tante meminta aku telah mengunci lemari pakaianku.

Alhamdulillah hujan deras dan angin kencang berhenti kurang lebih setengah jam sebelum jadwal akad nkah. Di acara ini yang paling banyak berperan adalah teman-teman ikhwan dan akhwat LDK kampus. Selain karena ibu bersikeras tak ingin ikut campur, juga karena untuk pertama kalinya dalam keluargaku diadakan walimahan yang memisahkan antara mempelai wanita dan pria. Jadi, mereka belum tahu tata caranya.

Ada baiknya juga sikap keluar yang menyerahkan jalannya acara sepenuhnya padaku, meski suara suara sumbang tetap terdengar. Alhamdulillah, di walimahan ini tak ada musik maupun foto-foto. Semuanya berjalan sederhana dan sesuai syariat seperti keinginan kami.

Hampir sejam kemudian rombongan mempelai pria datang. Akad nikah pun segera dilaksanakan. Setelah itu kami pun dipertemukan. Hanya sebentar, karena keluarga suamiku memaksa masuk untuk melihatku. Suamiku hanya sempat meletakkan tangannya di dahiku sembari berdoa dan setelah itu bergegas keluar diikuti yang lainnya.

Aku pun bergerak keluar kamar. Dengan dituntun tante dan seorang akhwat aku menuju ke barisan orang tua untuk sungkeman. Ketika giliran ibu, beliau mendorong tubuhku sehingga aku hampir jatuh dibuatnya.

Aku menangis diperlakukan seperti itu. Kucoba mendekati ibu lagi, tapi teman yang melihat gelagat tidak baik segera menarikku sembari membisikkan agar aku sabar.

Aku pun dituntun untuk langsung menuju pelaminan. Dengan menahan air mata dan rasa sesak di dada, kupaksakan kakiku melangkah. Sikap ibu berlanjut dengan penolakannya menemuiku di pelaminan. Alhasil aku hanya berdua dengan nenek disana. Sore harinya, sat semua sibuk membereskan rumah, adik bungsuku datang menghampiriku. Dengan pelan ia menyampaikan pesan ibu. Katanya aku tak boleh lagi tinggal di rumah ini bila sudah menikah. Katanya, mulai sekarang aku bukan lagi tanggung jawab ibu karena sudah ada yang menanggungku.

“Iya aku tahu kok, bilang ke ibu secepatnya kami akan pindah,” jawabku berusaha bersikap biasa. Aku berusaha menahan gejolak hatiku yang tiba-tiba sesak, menyadari betapa bencinya ibu padaku, padahal sebelumnya akulah anak kesayangannya. Kehijrahanku telah membuat ibu berubah sangat drastis. Hanya dua hari kami berada di rumah ibu. Kemudian aku pun pindah ke rumah mertua. Disana aku disambut baik. Sangat baik malah. Maka mulailah aku berinteraksi dengan keluarga baruku, sambil belajar menyelami watak masing-masing dan senantiasa berusaha menjadi anggota keluarga yang baik.

Sementara ibu tetap dengan sikap dinginnya. Walaupun demikian aku tetap berusaha menyempatkan waktu mengunjunginya. Beliau lebih banyak diam, tapi pada suamiku sudah mau “membuka mulut”. Aku pun senantiasa berdoa agar Allah membuka hatinya dan menerimaku sehangat dulu lagi.

Sekitar dua tahun aku tinggal di rumah mertua. Suami yang seorang thalibul ‘ilmi mendapat tugas dakwah di daerah. Maka kami pun pindah menjalankan amanah yang baru pertama kalinya dibebankan pada suamiku.

Kini enam tahun telah berlalu, alhamdulillah sikap ibu telah membaik. Beliau kembali hangat karena kami telah membuktikan bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan hijab syar’i-ku. Salah satu penyebab sikap keras ibu selama ini, beliau takut dikucilkan para tetangga karena anaknya berbeda dari yang lainnya.

Alhamdulillah aku berhasil membuktikan pada para tetangga bahwa meski berhijab, aku dan suamiku senantiasa menjaga silaturrahim dengan mereka bila kami datang mengunjungi ibu. Malah kini mereka terkadang meminta nasehat dan menanyakan hal-hal yang masih menjadi tanda tanya tentang dakwah salaf ini.

Ya Allah, terima kasih atas semua nikmat yang telah Engkau anugerahkan pada kami. Berilah kami kekuatan dan kemampuan untuk terus mendakwahkan manhaj salaf ini agar mereka yang belum mengerti dapat paham dan mengamalkannya sebagai satu-satunya jalan untuk meraih ridha-Mu. Amin.

(Ummu Abdillah, Sulsel)

Sunday, November 18, 2007

Assalamu`alaykum warahmatullahiwabarakatuh


makin lama makin samui nih..minna genki?pengen absen jugak ahh..selai enak,pisang coklat,cumi goreng,bubur kacang ijo,mi suwa,ratu bakwan,hoenco terasi,kentang obachan..genki?alhamdulillah bubur candil genki,and dedeknya juga alhamdulillah juncho..


mbakku cayank..dah lama tak mendengar kabar dari mu?smoga sehat2 selalu..

InsyaAllah ntar akhir bulan 12 kita ketemu lagi di Nagano tercinta hehe..zannen gak bisa ikutan maen badminton..hiks..gak papa deh ntar jadi supporter setia..taun depan insyaAllah maen lagi..
yosh minna..keep fight..






Friday, November 09, 2007

Dia seorang yang rendah hati

Sungguh tentram hati ini bertemu dengan seorang yang rendah hati. Kebenaran tiada ia tolak. Kemungkaran disikapi dengan bijaksana.Ia bersikap lemah-lembut terhadap setiap makhluk.Ia juga merupakan orang yang berwibawa, menjaga diri serta tidak berlaku tanpa ilmu.
Allah telah merangkai penyebutan hamba seperti ini dengan nama-Nya, Ar-Rahman yaitu asma yang mengandung kepemilikan rahmat yang sangat luas..
Allah berfirman,
"Dan hamba-hamba Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati"
(Al-Furqon:63)

Makna Tawadhu'
Al-haun, seperti yang disebut ayat di atas, berarti lemah-lembut. Ini tidaklah sama dengan al-hun yang berarti hina. Rendah hati bukanlah rendah diri. Rendah hati merupakan perbuatan mulia yang malah akan meningkatkan derajat pemiliknya.Sedangkan rendah diri merupakan perbuatan tercela yang membuat pemiliknya hina.
Al-Fudhail pernah ditanya tentang makna tawadhu', ia menjawab, "artinya tunduk kepada kebenaran dan patuh kepadanya, serta mau menerima kebenaran itu dari siapapun yang mengucakannya."
Ibnu Atha' pernah mengatakan bahwa tawadhu' artinya mau menerima kebenaran dari siapapun.Barangsiapa mencari kemuliaan dalam kesombongan berarti dia seperti mencari air dalam kobaran api.
Ini merupakan kebalikan dari makna kesombongan atau takabur. Rasulullah صلئ الله علئه وسلم bersabda, " Takabur itu penolakan terhadap kebenaran dan penghinaan terhadap manusia."( H.R. Muslim)
Imam Al-Harawi mengatakan, " Yang dimaksudkan tawadhu' adalah jika hamba tunduk pada kekuasaan Allah." Dengan kata lain, menerima kekuasaan Allah dengan penuh ketundukan dan kepatuhan serta masuk dalam penghambaan kepada-Nya, menjadikan Allah sebagai penguasanya, seperti kedudukan raja yang berkuasa kepada budak-budaknya. Dengan cara seperti inilah seorang hamba bisa memiliki akhlak tawadhu'

from majalah Nikah

Thursday, November 01, 2007

kurokke (reshipi)


sabishii ne..dare mo kaite kurenai..yosh..atashi kaite miyou..nani wo kakeba ii kanaaa...(thinking mode) ee too..ichiyou reshipi wo toukou shite itadakimasu...
konkai ha kurokke ga daisuki de..tabetemo hayai..tsukutte mitara taihen rashii kedo..(sou demo nai yo)

kroket
bahan isi:
susu 400ml
mentega 120gr
terigu 150gr
bw. bombai 1 sdm
seledri 1 sdm
daging ayam iris kecil 100gr( bisa diganti udang, kepiting,dll)
pala,garam,lada secukupnya

kulit: putih telur dan tepung panir secukupnya

cara membuat:
  1. rebus susu + mentega sampai meleleh+terigu+bw.bombai, aduk rata
  2. masukkan keju,daging ayam,seledri, garam, pala, merica, aduk rata dan dinginkan
  3. udah dingin, bentuk bulat panjang, gulingkan dipanir sambil ditekan2, tuangkan ke dalam putih telur, masukkan ke panir kembali sambil ditekan2 kemudian goreng dalam minyak panas
photonya insyaAllah nyusul:)