Thursday, April 24, 2008
Kosemetik Pemutih Wajah
Apa hukum menggunakan produk kecantikan yang terbuat dari bahan-bahan kimia dan bahan-bahan alami yang berkhasiat mengubah warna kulit dari coklat menjadi putih?
Jawab:
Pertanyaan ini telah diajukan kepada seorang imam ahli fiqih masa ini, yaitu Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu. Beliau menjawab:
“Jika pengubahan tersebut adalah pengubahan yang bersifat permanen maka hukumnya haram, bahkan termasuk dosa besar. Karena perbuatan ini mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala melebihi perbuatan mentato. Padahal telah tsabit (tetap) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melaknat wanita yang menyambungkan rambut wanita lain, wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang mentato wanita lain dan wanita yang minta ditato. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu:
لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ. وَقَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ: مَا لِي لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟
“Allah melaknat wanita yang mentato, wanita yang minta ditato, wanita yang mencabut alis (atau rambut lainnya yang ada di wajah), wanita yang minta dicabutkan alisnya (atau rambut lainnya yang ada di wajah), wanita yang minta direnggangkan gigi-giginya. Mereka adalah wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah.”1
Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata: “Bagaimana mungkin aku tidak melaknat orang yang dilaknat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” (Muttafaqun ‘alaih)
Al-Washilah adalah wanita yang menyambung rambut yang pendek dengan rambut lain atau yang serupa dengan rambut.
Al-Mustaushilah adalah wanita yang minta disambungkan rambutnya.
Al-Wasyimah adalah wanita yang mentato dengan cara menusukkan jarum atau yang semisalnya ke kulit (hingga luka), lalu mengisi luka tersebut dengan celak atau yang semisalnya, yang berefek mengubah warna kulit yang asli menjadi warna lain.
Al-Mustausyimah adalah wanita yang minta ditato.
An-Namishah adalah wanita yang mencabut rambut yang ada di wajah seperti alis dan yang lainnya2. Baik dia mencabutnya dari wajahnya sendiri atau dari wajah wanita lain.
Al-Mutanammishah adalah wanita yang minta dicabutkan rambut yang ada di wajahnya.
Al-Mutafallijah adalah wanita yang minta untuk direnggangkan gigi-giginya dengan cara dikikir dengan alat pengikir.
(Mereka dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam) karena perkara tersebut merupakan perbuatan mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.3
Dan perkara yang dipermasalahkan dalam pertanyaan di atas merupakan pengubahan terhadap ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang melebihi perkara-perkara tersebut dalam hadits.
Adapun (mempercantik diri dengan) pengubahan yang tidak bersifat permanen, tetapi hanya sementara waktu, seperti mengenakan hinna`4 dan semisalnya, hukumnya boleh. Karena pengubahan ini hanya bersifat sementara, yang akan hilang dalam waktu yang cepat. Seperti halnya (berhias dengan) celak dan lipstik.5
Maka wajib untuk berhati-hati dari segala perkara yang merupakan upaya pengubahan atas ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memberi peringatan darinya, serta menyebarluaskan peringatan itu di kalangan umat agar suatu kejelekan tidak menyebar dan menjalar sehingga akhirnya sulit untuk memperbaikinya.” (Majmu’ Rasa`il, 17/20-21)
Beredar di kalangan wanita produk-produk kecantikan yang berkhasiat memutihkan wajah dengan cara dioleskan pada wajah. Kemudian lapisan kulit wajah yang paling luar akan terkelupas sehingga nampaklah lapisan berikutnya yang lebih putih dan menarik. Bagaimana hukum menggunakan produk tersebut?
Pertanyaan yang serupa telah diajukan kepada Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu. Beliau menjawab:
“Menurut pendapat kami, apabila hal itu dilakukan dalam rangka berhias dan mempercantik diri maka hukumnya haram. Berdasarkan qiyas (analogi) dengan perbuatan namsh, wasyr6, dan yang semisalnya.
Dan jika dalam rangka menghilangkan cacat pada wajah maka hukumnya boleh. Seperti menghilangkan flek hitam, noda hitam, dan goresan pada wajah serta yang serupa dengannya.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan salah seorang sahabatnya yang putus hidungnya untuk menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari emas7.” (Majmu’ Rasa`il, 17/19-20)
Wallahu a’lam bish-shawab.
1 Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
“Allah melaknat wanita yang menyambungkan rambut wanita lain dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (Muttafaqun ‘alaih, dari ‘Aisyah dan Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu 'anhum) –pen.
2 Makna yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu semakna dengan yang disebutkan oleh Ibnul Atsir rahimahullahu dalam An-Nihayah (5/253), An-Nawawi rahimahullahu dalam Syarh Muslim (14/88), dan Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari (10/377).
Namun, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Kata wajah dalam definisi tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi namsh hanya pada wajah saja, melainkan sebagai penyebutan sesuatu yang banyak terjadi.” Artinya, namsh tidak terbatas hanya mencabut rambut yang ada di wajah saja meskipun itu yang banyak terjadi. Melainkan mutlak meliputi bagian tubuh lainnya selain yang memang diperintahkan untuk dibersihkan, seperti bulu ketiak. Al-Albani rahimahullahu berdalilkan dengan:
1. Pemutlakan hadits. Beliau berkata: “Hadits tentang namsh mutlak mencakup namsh pada seluruh bagian tubuh.”
2. Definisi namsh secara bahasa, sebagaimana dalam Al-Qamus: “Namsh adalah mencabut rambut.”
Lihat Ghayatul Maram, hal. 77-78. (pen)
3 Dan itu adalah wahyu iblis untuk menggelincirkan Bani Adam kepada kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya menghikayatkan perkataan iblis:
وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ
“Dan sungguh aku akan perintahkan kepada mereka sehingga mereka mengubah ciptaan Allah.” (An-Nisa`: 119) -pen
4 Hinna` adalah inai (pacar) yang biasa digunakan wanita untuk mewarnai tangan dan kaki. (Al-Majmu’, 1/345) –pen.
5 Namun jika terbukti bahwa lipstik tersebut merusak bibir, membuatnya kering dan pecah-pecah serta menghilangkan minyak dan kelembapannya, maka tidak boleh digunakan. Karena seseorang tidak boleh melakukan sesuatu yang memudaratkan dirinya. Hal ini diingatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu sebagaimana dalam Majmu’ah As`ilah Tuhimmul Usrah Al-Muslimah (hal. 35). –pen
6 Wasyr adalah mengikir gigi untuk merenggangkan antara satu dengan yang lainnya agar semakin indah dan menarik. Pelakunya dinamakan al-mutafallijah. (Riyadhus Shalihin, Bab Haramnya menyambung rambut, mentato, dan mengikir gigi.) –pen.
7 Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari ‘Arfajah bin As’ad radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
أُصِيْبَ – وَفِي رِوَايَةٍ: قُطِعَ - أَنْفِي يَوْمَ الْكُلاَبِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذْتُ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ. فَأَمَرَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
“Hidungku tertebas (dalam riwayat lain: terpotong) pada Perang Kulab di masa jahiliah. Maka aku menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari perak, namun ternyata membusuk. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku untuk menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari emas.”
Hadits ini dishahihkan Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud (no. 4232) dan Shahih At-Tirmidzi (no. 1482). –pen.
sumber: klik sini
Jawab:
Pertanyaan ini telah diajukan kepada seorang imam ahli fiqih masa ini, yaitu Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu. Beliau menjawab:
“Jika pengubahan tersebut adalah pengubahan yang bersifat permanen maka hukumnya haram, bahkan termasuk dosa besar. Karena perbuatan ini mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala melebihi perbuatan mentato. Padahal telah tsabit (tetap) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melaknat wanita yang menyambungkan rambut wanita lain, wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang mentato wanita lain dan wanita yang minta ditato. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu:
لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ. وَقَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ: مَا لِي لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟
“Allah melaknat wanita yang mentato, wanita yang minta ditato, wanita yang mencabut alis (atau rambut lainnya yang ada di wajah), wanita yang minta dicabutkan alisnya (atau rambut lainnya yang ada di wajah), wanita yang minta direnggangkan gigi-giginya. Mereka adalah wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah.”1
Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata: “Bagaimana mungkin aku tidak melaknat orang yang dilaknat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” (Muttafaqun ‘alaih)
Al-Washilah adalah wanita yang menyambung rambut yang pendek dengan rambut lain atau yang serupa dengan rambut.
Al-Mustaushilah adalah wanita yang minta disambungkan rambutnya.
Al-Wasyimah adalah wanita yang mentato dengan cara menusukkan jarum atau yang semisalnya ke kulit (hingga luka), lalu mengisi luka tersebut dengan celak atau yang semisalnya, yang berefek mengubah warna kulit yang asli menjadi warna lain.
Al-Mustausyimah adalah wanita yang minta ditato.
An-Namishah adalah wanita yang mencabut rambut yang ada di wajah seperti alis dan yang lainnya2. Baik dia mencabutnya dari wajahnya sendiri atau dari wajah wanita lain.
Al-Mutanammishah adalah wanita yang minta dicabutkan rambut yang ada di wajahnya.
Al-Mutafallijah adalah wanita yang minta untuk direnggangkan gigi-giginya dengan cara dikikir dengan alat pengikir.
(Mereka dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam) karena perkara tersebut merupakan perbuatan mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.3
Dan perkara yang dipermasalahkan dalam pertanyaan di atas merupakan pengubahan terhadap ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang melebihi perkara-perkara tersebut dalam hadits.
Adapun (mempercantik diri dengan) pengubahan yang tidak bersifat permanen, tetapi hanya sementara waktu, seperti mengenakan hinna`4 dan semisalnya, hukumnya boleh. Karena pengubahan ini hanya bersifat sementara, yang akan hilang dalam waktu yang cepat. Seperti halnya (berhias dengan) celak dan lipstik.5
Maka wajib untuk berhati-hati dari segala perkara yang merupakan upaya pengubahan atas ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memberi peringatan darinya, serta menyebarluaskan peringatan itu di kalangan umat agar suatu kejelekan tidak menyebar dan menjalar sehingga akhirnya sulit untuk memperbaikinya.” (Majmu’ Rasa`il, 17/20-21)
Beredar di kalangan wanita produk-produk kecantikan yang berkhasiat memutihkan wajah dengan cara dioleskan pada wajah. Kemudian lapisan kulit wajah yang paling luar akan terkelupas sehingga nampaklah lapisan berikutnya yang lebih putih dan menarik. Bagaimana hukum menggunakan produk tersebut?
Pertanyaan yang serupa telah diajukan kepada Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu. Beliau menjawab:
“Menurut pendapat kami, apabila hal itu dilakukan dalam rangka berhias dan mempercantik diri maka hukumnya haram. Berdasarkan qiyas (analogi) dengan perbuatan namsh, wasyr6, dan yang semisalnya.
Dan jika dalam rangka menghilangkan cacat pada wajah maka hukumnya boleh. Seperti menghilangkan flek hitam, noda hitam, dan goresan pada wajah serta yang serupa dengannya.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan salah seorang sahabatnya yang putus hidungnya untuk menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari emas7.” (Majmu’ Rasa`il, 17/19-20)
Wallahu a’lam bish-shawab.
1 Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
“Allah melaknat wanita yang menyambungkan rambut wanita lain dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (Muttafaqun ‘alaih, dari ‘Aisyah dan Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu 'anhum) –pen.
2 Makna yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu semakna dengan yang disebutkan oleh Ibnul Atsir rahimahullahu dalam An-Nihayah (5/253), An-Nawawi rahimahullahu dalam Syarh Muslim (14/88), dan Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari (10/377).
Namun, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Kata wajah dalam definisi tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi namsh hanya pada wajah saja, melainkan sebagai penyebutan sesuatu yang banyak terjadi.” Artinya, namsh tidak terbatas hanya mencabut rambut yang ada di wajah saja meskipun itu yang banyak terjadi. Melainkan mutlak meliputi bagian tubuh lainnya selain yang memang diperintahkan untuk dibersihkan, seperti bulu ketiak. Al-Albani rahimahullahu berdalilkan dengan:
1. Pemutlakan hadits. Beliau berkata: “Hadits tentang namsh mutlak mencakup namsh pada seluruh bagian tubuh.”
2. Definisi namsh secara bahasa, sebagaimana dalam Al-Qamus: “Namsh adalah mencabut rambut.”
Lihat Ghayatul Maram, hal. 77-78. (pen)
3 Dan itu adalah wahyu iblis untuk menggelincirkan Bani Adam kepada kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya menghikayatkan perkataan iblis:
وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ
“Dan sungguh aku akan perintahkan kepada mereka sehingga mereka mengubah ciptaan Allah.” (An-Nisa`: 119) -pen
4 Hinna` adalah inai (pacar) yang biasa digunakan wanita untuk mewarnai tangan dan kaki. (Al-Majmu’, 1/345) –pen.
5 Namun jika terbukti bahwa lipstik tersebut merusak bibir, membuatnya kering dan pecah-pecah serta menghilangkan minyak dan kelembapannya, maka tidak boleh digunakan. Karena seseorang tidak boleh melakukan sesuatu yang memudaratkan dirinya. Hal ini diingatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu sebagaimana dalam Majmu’ah As`ilah Tuhimmul Usrah Al-Muslimah (hal. 35). –pen
6 Wasyr adalah mengikir gigi untuk merenggangkan antara satu dengan yang lainnya agar semakin indah dan menarik. Pelakunya dinamakan al-mutafallijah. (Riyadhus Shalihin, Bab Haramnya menyambung rambut, mentato, dan mengikir gigi.) –pen.
7 Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari ‘Arfajah bin As’ad radhiyallahu 'anhu, dia berkata:
أُصِيْبَ – وَفِي رِوَايَةٍ: قُطِعَ - أَنْفِي يَوْمَ الْكُلاَبِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذْتُ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ. فَأَمَرَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
“Hidungku tertebas (dalam riwayat lain: terpotong) pada Perang Kulab di masa jahiliah. Maka aku menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari perak, namun ternyata membusuk. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku untuk menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari emas.”
Hadits ini dishahihkan Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud (no. 4232) dan Shahih At-Tirmidzi (no. 1482). –pen.
sumber: klik sini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment